Oleh: Radhitya
Tulisan ini adalah liputan dari pekan kedua Simposium 500 Tahun Reformasi Gereja, bertemakan Protestanisme dan Isu Ketenagakerjaan di Indonesia, yang diselenggarakan pada 19 November 2017 di Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta.
Simposium 500 Tahun Reformasi Gereja diselenggarakan dengan tujuan menentukan arah pergerakan Kristen Protestan di Indonesia. Simposium ini diselenggarakan oleh Gereja Komunitas Anugerah-Reformed Baptist Salemba (GKA) bersama dengan Kristen Hijau dan organisasi progresif lainnya. Setelah persoalan agraria di Indonesia dikupas pada pekan pertama Simposium, kini isu perburuhan dan kaitannya dengan teologi Kristen Protestan turut diangkat pada pekan kedua Simposium.
Sesi presentasi dibuka dengan pemaparan dari Pdt. Rudiyanto (pendeta dari Gereja Kristen Muria Indonesia / GKMI). Beliau menjelaskan, menurut Max Weber (sosiolog dan sejarawan Jerman terkemuka) Protestanisme, khususnya aliran Pietis-Calvinis, menjadi nafas perkembangan kapitalisme. Nilai-nilai atau etika Protestan seperti kejujuran, kerajinan, ketekunan dianggap cocok dengan kapitalisme sehingga mempercepat pertumbuhan sistem ekonomi tersebut. Buktinya, negara-negara Protestan abad 16-17 sepeti Inggris atau Belanda memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibanding negara-negara Katolik, misalnya Jerman. Kaum Pietis-Calvinis mengubah tradisi Protestan awal yang dibawa Martin Luther, di mana panggilan dan keselamatan ilahi awalnya didasarkan pada kedudukan sosial umat alias bercorak feodal namun kini menjadi sesuatu yang harus dikerjakan dan diperjuangkan di dunia. Panggilan untuk mengejar keselamatan ilahi lewat kesuksesan di dunia sangatlah cocok dengan semangat kapitalisme. (more…)